Bisnis

Bangkit dari Dementia: Edwin Anderson Kini Menjadi Fullstack Developer dengan Gaji Ratusan Dolar!

16
×

Bangkit dari Dementia: Edwin Anderson Kini Menjadi Fullstack Developer dengan Gaji Ratusan Dolar!

Sebarkan artikel ini
Bangkit dari Dementia: Edwin Anderson Kini Menjadi Fullstack Developer dengan Gaji Ratusan Dolar!

Dari Sakit, Bangkrut, hingga Kehilangan Cinta

Edwin menerima diagnosis demensia pada usia yang sangat belia. Demensia ini berimplikasi pada cognitive impairment yang melemahkan kemampuannya untuk berpikir dan bernalar normal sebagaimana orang seusia dirinya.

Selepas lulus kuliah, Edwin sempat mencoba jalur berbeda. Terinspirasi seminar bisnis, ia buka toko elektronik di Mangga Dua. Tapi takdir berkata lain. Pandemi melanda, toko sepi, biaya sewa toko dan karyawan tetap berjalan sehingga menyebabkan Edwin terpaksa menutup tokonya.

Tak lama, ia jatuh sakit karena skoliosis di tulang belakang yang menyerang sarafnya. Tubuhnya tak bisa bergerak dan ia terbujur di atas tempat tidur.

Seolah belum cukup, kisah cintanya juga kandas. Modal habis, tubuh sakit-sakitan, mental berantakan, Edwin perlahan menarik diri bahkan dari keluarganya sendiri. Ia merasakan tendensi depresi menyerang dirinya.

Namun, justru di titik terendah itu, Edwin melihat secercah harapan. Sang kakak, yang dari dulu konsisten di dunia website development, mampu menghasilkan puluhan hingga ratusan juta per bulan, bahkan bekerja remote untuk perusahaan luar negeri.

“Kalau koko saya bisa, kenapa saya enggak?” ceritanya melalui YouTube Sekali Seumur Hidup.

3 Bulan Belajar, Langsung Dapat 66 Juta

Edwin memutuskan berubah. Ia belajar front-end development selama tiga bulan, dibimbing langsung oleh kakaknya. Bulan keempat, ia mulai melamar kerja ke perusahaan-perusahaan di Amerika Serikat. Hasilnya? Gaji pertamanya mampu tembus hingga Rp66 juta.

Kini, ia sudah jadi fullstack developer dengan penghasilan Rp140–150 juta per bulan. Ia ingin mengikuti jejak sang kakak; menjadi head developer, membeli Mercy, dan rumah miliaran rupiah secara tunai. Tetapi lebih dari itu, ia ingin hidup seimbang.

“Dulu pagi-sore jaga toko, malam servis. Sekarang saya kerja remote, punya waktu lebih banyak dan bisa jalan-jalan sama orang tua.”

Gak Harus Punya Privilege untuk Sukses

Edwin percaya, semua orang bisa — bahkan yang merasa punya keterbatasan. Orang tua Edwin hanya lulusan SMP. Ia sendiri punya keterbatasan kognitif. Akan tetapi, yang membuatnya tetap melaju adalah satu hal: mentor. Ia beruntung memiliki kakak yang membimbingnya untuk bangkit, tapi seberapa banyak orang di luar sana yang memiliki kesempatan seperti dirinya?

Untuk itu, ia terinspirasi untuk melanjutkan jejak serupa. Dulu, sang kakak telah membantunya, kini gilirannya membantu orang lain. “Teman-teman harus cari mentor. Kalau saya yang susah mikir ini bisa belajar coding, kamu pasti juga bisa. Materinya susah? Jangan skip. Paksa diri untuk terus jalan,” paparnya.

Misi Hidup: Bantu Orang Depresi Bertahan dan Bangkit

Edwin sempat ingin menyerah pada hidup. Beruntung, lingkungan keluarga yang suportif dan keinginan untuk berubah menyelamatkannya. Sekarang, ia ingin membantu orang lain keluar dari jurang yang sama. Bersama Ahademy, ia menginisiasi Web Programming Hack, webinar berisi panduan kerja remote untuk perusahaan luar negeri sebagai web programmer. Di kelas ini, peserta akan belajar teknis, peluang karir, dan mindset untuk bekerja di luar negeri.

Ia tahu, kesuksesan bukan hanya milik pribadi. Ada orang tua yang perlu dibahagiakan. Ada orang lain yang butuh ditolong. Dan di balik setiap keberhasilan, ada tanggung jawab untuk berbagi.

“Ayo teman-teman, keluar dari badai. Hidup itu gak harus berat. Kalau saya bisa, kamu juga bisa,” pungkasnya.

Sumber : https://vritimes.com/id/articles/75a70fe3-1d5a-11ef-a2ea-0a58a9feac02/ecbfcead-19a7-11f0-8734-0a58a9feac02

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *